Harga Diri
Bilangan tak terhingga saya kenal ketika di Sekolah Menengah Atas (SMA). Keunikan bilangan ini, yang disimbolkan mirip logo korporasi Lippo, adalah bahwa angka itu tidak berubah sekalipun bilangan ini ditambah, dikurang, dikali ataupun dibagi dengan angka berapapun. Tidak ada angka yang bisa merubah nilainya; bilangan ini tetap sama, yaitu tak terhingga.
Setiap orang memiliki aspek tak terhingga, yaitu kekekalan. Sejak ia eksis, nilai ini melekat pada diri setiap individu. Nilai ini tak kunjung berubah.
Apakah ia normal ataupun tidak normal, gila atau waras, sehat atau sakit, cantik atau jelek, ganteng atau tidak, bergaji ratusan ribu per bulan atau ratusan juta rupiah per bulan- setiap individu memiliki sifat kekekalan ini. Bahkan nilainya hanya berbeda tipis dengan malaikat yang hidup di alam roh.
Manusia adalah mahkota dari seluruh ciptaan. Manusia adalah satu-satunya mahluk yang menjadi perhatian utama Tuhan. Begitu mulia dan pentingnya kehadiran manusia di bumi, Tuhan menugaskan manusia untuk memelihara bumi dan mengembangkannya.
Kecuali malaikat, seluruh ciptaan yang hidup di air, darat dan udara ada dalam kuasanya. Tidak ada ciptaan lain yang tidak dalam otoritasnya.
Tingginya martabat manusia- ini berarti tidak ada ruang sekecil apapun bagi siapapun untuk melecehkan orang lain. Tidak ada hukum yang membenarkan tindakan yang merendahkan orang lain.
Di negara-negara yang menghormati hukum, setiap tindakan yang melawan hak azasi manusia mendapat ganjaran. Di negara bagian Colorado, Amerika Serikat misalnya, seorang warga Arab dihukum 28 tahun penjara karena melakukan pelecehan seksual kepada seorang pembantu dari Indonesia.
Siapapun tidak berhak melecehkan orang lain termasuk elit-elit politik yang duduk di lembaga tinggi negara. Masyarakat manapun tidak berhak untuk merendahkan masyarakat yang lain; bangsa manapun tidak berhak menghina bangsa yang lain. Setiap individu, masyarakat dan bangsa memiliki martabat yang sama.
Dalam konteks bernegara, martabat individu tercitra dalam bentuk kedaulatan bangsa. Individu (suami dan isteri) membentuk keluarga, keluarga membentuk masyarakat, dan masyarakat membentuk bangsa.
Bila satu negara melecehkan kedaulatan negara lain, pada hakekatnya negara itu melecehkan kedaulatan individu; negara itu melecehkan harga diri manusia; negara itu melecehkan Tuhan, yang mencipta manusia itu. Begitu juga bangsa yang menganggap remeh martabat bangsanya sendiri; bangsa itu tidak menghormati martabat individu.
Ada benarnya isi pidato Ir. Soekarno berjudul 'Ganyang Malaysia.' Soekano mengajak segenap bangsa Indonesia untuk melawan penghinaan terhadap martabat bangsa kita.
Dalam pidatonya yang emosional itu, ia mengatakan, "Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysia keparat itu. Doakan aku, aku akan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya. Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat."
Harga diri sering harus diperjuangkan lewat 'peperangan' dan peperangan itu berawal dalam diri dan itu bisa berkembang menjadi peperangan phisik. Bagi sebagian orang lagi, peperangan itu bersifat non-phisik.
Ada peperangan spiritual- melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap. Dibutuhkan doa, kerja keras dan usaha yang sungguh-sungguh.
Harga diri harus direbut. Tidak hanya direbut dari bangsa lain yang mencoba menginjak-injak martabat bangsa, tetapi juga harus direbut dari bangsa sendiri yang mencoba meremehkan martabat bangsa sendiri.
Dan soal tempat, di mana lagi kalau bukan dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Tidak perlu harus ke luar dari batas negara untuk menegakkan martabat manusia.
Di negeri sendiri, kita menemukan banyak kisah yang merendahkan martabat orang lain, mengambil hak untuk hidup orang lain, merampas tanah orang lain, memberi istilah-istilah yang merendahkan orang lain termasuk kepada orang yang menduduki jabatan-jabatan yang mulia seperti jabatan Presiden.
Agar bangsa lain tidak menginjak-injak kedaulatan bangsa, kita sendiri harus memulai tidak menginjak-injak harga diri bangsa sendiri di tanah air.
Bila martabat bangsa ditegakkan di negeri sendiri, bangsa lain tidak berani menghina bangsa kita. "Apa yang kau inginkan dilakukan orang lain kepadamu, lakukanlah itu kepada orang lain," begitu rangkuman The Golden Rule.
Link Terkait
Mengenal Diri: Langkah Awal Pengembangan Diri
Manusia Terdiri dari Tubuh dan Jiwa
Nilai Diri Anda Kekal
Harga Diri Manusia
Tips Mengangkat Martabat
Memperbaiki Citra Diri: Langkah-Langkah Praktis
Asal-Usul Orang Indonesia
Dicari Pribadi yang Berintegritas di Republik Ini
Liang Kubur: Tempat Terakhir Perjalanan Sejarah Hidup Kita
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com