Isteri Menguasai Suami
Beberapa hari yang lalu, empat orang suami membahas topik tentang kecenderungan isteri menguasai (mengatur) suami. Seorang mengatakan bahwa ia memberikan semua gaji bulanannya untuk isterinya.
Ketika ia membutuhkan uang untuk beli tiket pesawat menghadiri acara pra-pernikahan familinya, isterinya tidak memberi izin. "Tidak usah pergi Pi ke Medan," begitu suami meniru ucapan isterinya.
Sang suami berpikir, "Saya yang capek cari uang, dan saya kasih uang ke isteri, kok isteri yang berkuasa." Muncul rasa kesal di hati sang suami.
Saya tidak banyak terlibat dalam diskusi itu; hanya sekali-sekali saya memberikan informasi dan membiarkan yang lain berkisah. Lagi pula, sudah cukup banyak kisah seperti itu saya dengar.
Setiap suami harus mempersiapkan mental menghadapi masalah serius ini- isteri menguasai suami. Banyak suami tidak memikirkan hal ini sebelum ia kawin.
Ketika masih sendiri, ide yang terlintas adalah bagaimana agar status berganti; bagaimana agar tidak lagi sering mendapat nasihat dari orang lain untuk berkeluarga.
Laki-laki atau perempuan memang harus menikah. Bukan kodrat manusia untuk hidup sendiri. Selain bertanggungjawab kepada Sang Penciptanya, lelaki atau perempuan eksis dan hidup bersekutu dengan yang lain dan persekutuan yang paling mendasar tentulah perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan seperti disain awal- Adam dan Hawa, bukan hubungan sesama jenis kelamin.
Sebuah kekeliruan kalau seseorang terus hidup sendiri dan tidak berusaha untuk menikah. Janda-janda atau duda yang masih mudapun sebaiknya menikah bila tidak ada faktor-faktor yang menghalangi atau yang menyebabkan tidak berfungsinya hubungan suami-isteri dengan baik kelak.
Namun
demikian, suami harus menghadapi fakta
bahwa isteri cenderung mau berkuasa. Saya akan beberkan mengapa muncul
kecenderungan ini.
Naluri isteri
untuk menguasai suami merupakan 'penyakit' alami. Sejak Hawa tergoda
memakan buah pohon di tengah taman Eden dan Adam juga ikut memakannya,
kecenderungan isteri-menguasai-suami muncul. Sikap ini tidak muncul
sebelum keduanya memakan buah pohon itu.
Relasi
Adam dan Hawa harmonis dan indah; suami jadi kepala dan isteri jadi
penolong. Namun, semuanya berubah setelah keduanya memakan buah pohon
itu.
Kecenderungan isteri menguasai suami menjadi 'default' dan menjadi sesuatu yang alami. 'Penyakit' ini kemudian diwarisi setiap perempuan.
Banyak fakta bahwa suami sering tidak mampu menguasai isteri- mulai dari supir go-car yang saya tumpangi, pegawai dengan pangkat kecil, direktur, CEO, anggota legislatif, menteri bahkan presiden.
Di
mana pasangan suami-isteri ada, di situ hadir naluri
isteri-menguasai-suami. Ini masalah yang harus diterima dan harus
dihadapi dengan serius oleh setiap suami.
Birahi perempuan mau menguasai laki-laki sudah menyebar termasuk ke lingkaran agama.
Jangan heran kalau kita melihat perempuan 'mengajar' laki-laki di tempat-tempat yang sakral; 'tugas' itu seharusnya hanya diberikan kepada laki-laki. (Cibubur, 14 September 2018/JM)
LINK TERKAIT
Tips Memilih Calon Pasangan Hidup
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com