Memiliki kebiasaan membaca buku adalah salah satu kunci untuk memajukan sebuah kota atau negara. Kuncinya kelihatan sederhana. Tidak dibutuhkan lima detik mengucapkannya.
Namun,
kebiasaan ini tidak didapat dalam satu hari, satu minggu, atau satu
bulan bahkan mungkin dalam satu tahun sekalipun. Komitmen dan faktor-faktor x lainnya
sangat menentukan durasi yang dibutuhkan untuk memiliki kebiasaan yang
sangat langka ini.
Tidak mudah memiliki kebiasaan membaca.
Membaca buku sulit dilakukan sambil berjalan. Tidak juga mudah membaca
dengan berolah raga apalagi dengan menari diiringi lagu seperti Poco Poco atau
Maumere. Tidak mungkin.
Membaca buku
juga sulit dilakukan dengan suasana bising atau riuh termasuk kehadiran bunyi pesan yang masuk ke hp. Suasana tenang menjadi pra-syarat untuk
memulai kebiasaan ini.
Selain itu, dapat duduk minimal 30 menit
merupakan pra-syarat lain yang tidak bisa ditawar. Duduk di depan tv mudah,
tetapi duduk membaca buku butuh 'kekuatan extra'.
Kenalan saya punya kebiasaan membaca. Ia punya ratusan buku dan sekarang sudah ribuan, tetapi isterinya tak berminat membaca buku.
Kalaupun ada minat secuil, isterinya hanya melihat majalah seperti Femina dan yang sering dilihat adalah gambar-gambar wanita dengan beragam model pakaian seperti kebaya atau dress. Tak satupun anak-anaknya memiliki kebiasaan membaca dari ayah mereka.
Saya tidak mengetahui persis bagaimana kebiasaan membaca muncul dalam hidup saya. Namun, saya dapat menyajikan beberapa fakta. Saya mulai dari fakta dalam keluarga.
Ayah dan ibu saya adalah pembaca buku sekalipun koleksi buku di rumah keluarga saya sangat minim. Hanya ada kira-kira 100 buku dan 66 buku diantaranya adalah 'buku-buku klasik' yang disatukan dalam satu buku.
Baik ayah dan ibu saya senang membaca buku kuno yang umurnya sudah 2000 ribu tahun lebih. Tiga buku klasik yang berisi syair-syair kuno sering dibaca ibu saya.
Bacaan lain adalah majalah Immanuel, yang terbit sekali sebulan. Ayah saya berlangganan majalah ini. Saya juga sering membaca majalah bulanan ini ketika saya masih tinggal bersama orang tua.
Sumber bacaan lain adalah koran yang ada di lapo (warung). Harian Sinar Indonesia Baru namanya. Sehabis pulang sekolah, dan bila tidak ke sawah, saya cepat-cepat pergi ke lapo Pak Sihombing, duduk dan sabar menunggu antrian agar bisa membaca koran.
Minat saya membaca buku mulai bertambah ketika saya kuliah di Bandung. Saya punya sepupu yang punya koleksi ratusan buku. Koleksinya sekarang sudah ribuan.
Setiap kali datang ke rumahnya saya senang karena ada banyak pilihan bacaan- mulai dari bagaimana berpikir positif, bagaimana menjadi orang yang optimis dan 'confidence' di depan orang lain, bagaimana menjadi orang kaya dan ratusan judul-buku menarik lainnya.
Ada buku Positive Thinking karya Norman Vincent Peale, The Magic of Thinking Big karya David J. Schwartz dan How to Be Rich dan ratusan judul buku lainnya.
Setelah empat tahun kuliah, saya mulai membaca buku-buku klasik seperti yang dibaca kedua orang tua saya. Kebiasaan membaca terus berlanjut ketika saya sudah memiliki pekerjaan dan menjadi gaya hidup. Setiap bulan sebagian penghasilan, saya sisihkan untuk membeli buku. Saya pergi ke toko buku dan membeli buku apa saja yang saya minati.
Cukup lama kebiasaan membeli buku saya miliki sampai saya 'bertemu' dengan Teologi dan Filsafat. Setelah belajar kedua ilmu yang sangat penting ini, saya mulai selektif membeli buku.
Sekarang, saya punya koleksi kira-kira 1200 buku. Saya mengoleksi buku-buku kuno, sejarah gereja, buku-buku teologi yang ditulis di abad 16 dan 17, satu set buku komentari karya John Calvin, Systhematic Theology yang ditulis Francis Turretin, Charles Hodge dan Louis Berkhof, Encylopedia of Americana, buku Filsafat, buku-buku Apologetic terutama karya Cornelius Van Til, buku-buku tentang budaya dan ratusan buku lainnya.
Saya juga mengoleksi kamus bahasa Yunani-Inggris. Greek-English Lexicon namanya. Ada buku klasik dalam bahasa Yunani dan terjemahan bahasa Inggris di sampingnya; ada buku klasik dalam bahasa Ibrani dan terjemahan bahasa Inggris disampingnya.
Ada puluhan buku tentang Budaya Batak dan juga karya-karya filsafat Cina seperti Confucius, Lao Tse, Mencius, Zhuang Zi dan Sun Tzu.
Saya senang mengoleksi buku dan memiliki kebiasaan membaca buku sampai sekarang.
Anda mungkin bertanya, bagaimana memiliki kebiasaan membaca. Nasihat berikut, yang saya tulis dalam halaman lain, barangkali bisa membantu. Silahkan Anda coba.
Renungan:
LINK TERKAIT
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com