Mengapa takut mati?
Tak seorangpun mampu menghindari kematian. Siapapun tidak dapat mengelaknya. Hanya waktu yang membedakan antara yang satu dan yang lain.
Ada yang mati dalam rahim; ada yang mati satu atau beberapa hari setelah lahir; ada yang mati pada masa kecil; ada yang mati pada usia remaja; ada yang mati pada usia dewasa; ada yang mati setelah hidup delapan puluh tahun.
Namun demikian, kelihatannya banyak yang tidak takut mati. Banyak yang tidak kuatir kalau jiwa terpisah dari tubuh; tidak takut bila ia meninggalkan dunia ini. Mengapa Takut Mati
Yang dikuatirkan justru hal-hal yang berkaitan dengan tubuh. Kuatir kalau penghasilan kecil, penyakit datang, tidak punya uang untuk membiayai pendidikan anak, rumah kecolongan, tidak dapat pesangon, tidak punya cukup uang setelah pensiun atau bisnis gagal.
Hal-hal yang bersifat materi memang berkaitan erat dengan tubuh. Tubuh memerlukan makanan dan minuman agar tubuh tetap bisa beraktifitas. Bila tidak ada pasokan nutrisi masuk ke dalam tubuh, tubuh bisa lemah.Bila pakaian tidak ada, tubuh bisa masuk angin. Bila rumah tidak ada, tidur mau di mana.
Jiwa dan tubuh memiliki relasi yang sangat intim. Jiwa dan tubuh bersatu dan tidak bercampur, tetapi keduanya saling mempengaruhi.
Jiwa bisa menderita pada saat tubuh mengalami gangguan. Bila pasokan nutrisi ke dalam tubuh berhenti misalnya, jiwa akan merasakannya. Bila Anda lapar, emosi Anda bisa dengan mudah terpancing. Konsentrasi berpikir dapat terganggu bila perut 'berteriak' minta makan.
Sebaliknya, bila pikiran tidak mendapatkan 'nutrisi' yang baik, tubuh kena imbasnya. Mata dan telinga bisa menjadi 'liar.' Tangan dan kaki dapat berbuat tindakan yang merugikan orang lain. Mulut dapat mengucapkan kata-kata yang kotor dan melukai hati orang lain.
Sekalipun antara jiwa dan tubuh ada relasi yang sangat dekat, jiwalah yang menjadi pimpinan dalam seluruh eksistensi manusia. Jiwa menjadi subjek; tubuh menjadi objek. Jiwalah yang memimpin tubuh; bukan tubuh yang memimpin jiwa.
Kerusakan dalam pikiran akan berdampak kepada tubuh. Bila pikiran menerima ide-ide berisi kebencian, kejahatan atau propaganda yang merugikan pihak lain, mulut, mata, tangan, dan kaki dapat menyalurkannya. Mulut bisa mengucapkan ujaran kebencian, mata bisa melotot, tangan bisa mencuri milik orang lain dan kaki dapat menendang orang lain. Mengapa Takut Mati
Namun demikian, jiwa dapat eksis tanpa tubuh di 'dunia lain.' Jiwa dapat berkomunikasi dengan jiwa lain di alam roh. Jiwa bisa berpikir tanpa bantuan otak di 'alam keabadian' atau 'neraka'.
Jiwa dapat mengerang kesakitan. Jiwa dapat mengeluh tanpa habis-habisnya. Jiwa dapat berteriak minta tolong tanpa bantuan mulut.
Kalau jiwa dapat eksis tanpa jiwa, tidak demikian dengan tubuh. Tubuh tidak dapat beraktifitas tanpa jiwa. Seseorang tidak dapat berpikir tanpa ada jiwanya. Tubuh tidak dapat mengerjakan apapun tanpa ada roh.
Tubuh menjadi mayat kalau jiwanya tidak ada. Tubuh kembali menjadi tanah bila jiwa meninggalkan tubuh.
Manusia hidup, berpikir, dan beraktifitas. Tumbuh-tumbuhan dan binatang juga hidup, tetapi tumbuhan dan binatang tidak hidup seperti manusia. Kalau binatang mati, rohnya menjadi tidak ada.
Kalau manusia mati, rohnya pergi ke suatu tempat yang masih misteri bagi kita. Ada yang menyebutnya surga, alam baka atau nirwana atau 'tempat lain.'
Tak seorang pun dari kita yang masih hidup tahu ke mana jiwa seseorang pergi setelah ia mati. Hanya estimasi yang dapat disebut ke mana jiwa pergi setelah kematian. Mengapa Takut Mati
Namun, jiwa tetap eksis sekalipun jiwa terpisah dari tubuh. Jiwa dapat masuk ke nirwana atau bisa juga pergi ke 'sebelahnya.' Jiwa masuk ke dalam dimensi kekekalan, sesuatu yang tidak dapat dipahami akal sampai tuntas.
Seperti kata Plato, jiwa 'berdiam diri' di alam keabadian atau di 'dunia lain'. Ia hidup di dunia yang berbeda dengan dunia manusia yang hidup saat ini sampai jiwa dipersatukan kembali dengan tubuhnya. Ada kebangkitan setelah kematian. Orang-orang yang mati akan bangkit kembali.
Kalau Anda tetap hidup setelah mati, mengapa takut mati? Mengapa Anda kuatir akan kehilangan harta, rumah, pesangon, investasi atau hal-hal yang bersifat materi?
Mengapa Anda takut bereksperimen? Mengapa Anda takut memulai bisnis baru? Mengapa Anda meresahkan hal-hal yang bersifat materi?
Materi tidak menentukan eksistensi jiwa secara mutlak. Percayalah. Anda hanya akan menambah kesusahan demi kesusahan kalau Anda hanya mengejar materi atau mengkuatirkannya. Anda perhatikanlah jiwa Anda tanpa mengabaikan tubuh Anda. (JM)
Link Terkait
Mengenal Diri: Langkah Awal Pengembangan Diri
Manusia Terdiri dari Tubuh dan Jiwa
Harga Diri Manusia
Tips Mengangkat Harga Diri
Asal-Usul Orang Indonesia
Liang Kubur, Kehidupan yang Berbeda Setelah Meninggal
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com
Berlangganan
Putra-Putri-Indonesia.com (Free)
Keputusan Seseorang Merupakan Ekspressi Worldviewnya
Anda Membutuhkan Investor? Ini Opsinya.
Jasa Pembuatan Proposal Bisnis