Mengejar Harta yang Berakhir Tragis
Menyedihkan dan tragis. Itulah dua kata yang bisa dikatakan kepada seorang keponakan yang waktu ia muda memutuskan untuk mengejar harta. Mengapa tidak?
Setelah puluhan tahun sukses mengejar karir, punya harta melimpah ruah, jadi politisi hebat bahkan menjadi orang panutan di kota tempat ia tinggal, semua yang ia miliki raib disikat bencana yang mengerikan dalam hitungan menit.
Rumah mewah, bisnis perkebunan, perternakan dan pertanian lenyap ditelan bencana seganas 'bom atom' di Hirosima dan Nagasaki. Bukan hanya harta, jabatan dan popularitas yang hilang, istri dan calon menantu juga hilang. Memilukan.
Semua itu berawal dari keputusan keponakan yang mengejar harta, karir dan peluang bisnis yang menggiurkan. Pamannya menawarkan peluang bisnis setelah didahului konflik antara karyawan perusahaan keponakan dan sang paman.
Sang paman tidak mau berselisih. Ia berlaku ramah kepada keponakannya sebab keponakannya bukan siapa-siapa. Masih ada hubungan darah; keponakannya adalah anak abang sang paman.
Lagi pula, pamannya yang mengajak keponakannya untuk memulai hidup yang baru di luar negeri; keluar dari suasana kota yang sudah berperadaban maju seperti kota New York.
Di perantauan, sang paman dan keponakan sama-sama berhasil, tetapi muncul perselisihan di antara karyawan-karyawan mereka. Pamannya tidak mau berselisih.
Sang paman pun menawarkan pilihan buat keponakannya untuk memilih area bisnis yang ia mau kuasai. Tanpa pikir panjang, tawaran langsung diambil oleh keponakan.
Ia memilih bisnis yang paling menggiurkan, menjanjikan dan memberi peluang besar untuk sukses.
Setelah berpisah, kedua-duanya sama-sama sukses. Keponakan sukses. Paman juga sukses. Keponakan pertama-tama memilih tinggal di luar kota sekalipun masih dalam jarak tempuh ke kota.
Ia hanya tinggal satu jam naik mobil di zaman sekarang dari tempat tinggalnya di kota. Makin lama makin sukses dan ia pun berhasil membeli rumah yang mewah di pusat kota. Ia tinggal di komplek di mana orang-orang penting di kota itu tinggal.
Komunitasnya yang bagus disertai dengan kelihaiannya berbisnis dan jaringannya yang luas, membuat ia punya akses ke gubernur termasuk kepada jenderal-jenderal dan tokoh-tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh.
Entah bagaimana ia melakukan manuver-manuver politik dan sepak terjangnya di dunia bisnis sampai ia bisa menduduki jabatan yang sangat strategis di kota itu, yang salah satu tugasnya adalah merumuskan kebijakan-kebijakan publik, keamanan dan bisnis. Ia mirip Ahok yang minoritas, tetapi bisa jadi gubernur DKI Jakarta.
Sang keponakan menyadari kejahatan para pejabat dan para politisi di kota itu. Korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan praktek yang biasa bahkan sudah menjadi budaya.
Orang-orang yang datang dari luar kota harus diinterogasi lebih dulu kalau mau tinggal di kota; tidak boleh ada orang lain sembarangan tinggal di kota.
Izin tinggal kepada orang lain hanya diberikan kalau sudah memenuhi persyaratan administrasi yang ketat.
Sang keponakan sadar kalau ia minoritas. Tapi, ia tidak mempermasalahkan statusnya. Ia berpikir kalau ia minoritas, tetapi memikirkan kepentingan mayoritas- itu jauh lebih baik daripada punya status mayoritas, tapi masih memikirkan diri sendiri sebagai ungkapan pikiran kerdil.
Kejahatan penduduk kota tidak terbendung. Sosok seperti Ahok pun akan sulit menghentikan praktek kejahahatan dan permainan kotor kelas tinggi dan praktek itu sampai menyentuh pada hubungan seks.
Sesama laki-laki melakukan hubungan seks yang tak wajar. Orang-orang homoseks menguasai dunia politik, hukum, industri, bisnis, pertanian dan bidang-bidang penting lainnya.
Hubungan seks sesama jenis tidak sungkan-sungkan dilakukan bahkan ada yang dilakukan terang-terangan. Nafsu laki-laki terhadap sesama jenis begitu menggelora mengalahkan nafsu lelaki kepada lawan jenis.
Sang keponakan, karena hati nuraninya masih relatif murni, masih bisa menahan. Ia keturunan orang-orang yang dididik secara keras ala Sparta akan nilai-nilai moral yang tinggi sehingga ia tidak mengikuti cara hidup mayoritas masyarakat di kota itu.
Ia tidak melakukan praktek sodomi. Ia masih mengikuti tradisi leluhurnya untuk menikah dengan perempuan bahkan hanya punya satu istri dan di karunia dua gadis cantik jelita.
Sang keponakan masih tahan tinggal di tengah-tengah masyarakat yang sodomi. Namun, Ia menderita batin sebab setiap hari ia harus berhadapan dengan laki-laki yang menginginkan sesama jenis.
Ia juga pernah digodain untuk melakukan perbuatan mesum oleh sesame jenis oleh mitra bisnis dan teman di partai politik di mana ia bergabung. Namun, ia masih bisa menolak.
Kerena kejahatan kota itu sudah sampai ke langit, kota itupun masuk dalam daftar kota yang harus dihanguskan. Keponakan sudah diinformasikan oleh mata-mata yang menyusup ke kota dan mata-mata menyajikan data-data resmi bencana alam yang akan terjadi.
Sampai larut malam mata-mata membuka rahasia bagaimana bencana akan terjadi. Kota akan dihancurkan dan dibumi hanguskan oleh bencana yang tidak pernah terpikirkan oleh para pejabat politik dan politisi di kota.
Penduduk di kota tidak tahu bahwa maut sudah menanti. Tidak ada informasi resmi dari pemerintah tentang siaga 1, 2, 3 atau 4. Media juga tidak memberikan informasi bakal ada bencana.
Laporan cuaca dari Badan Mereteologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga tidak memberikan tanda-tanda perubahan cuaca yang memicu bencana.
Terjadilah bencana hebat. Kota dibumi-hanguskan. Namun, keponakan sudah sempat menyelamatkan diri meninggalkan kota. Isteri dan kedua putrinya ikut serta.
Dengan berat hati, sang keponakan harus meninggalkan apa yang ia miliki. Rumah bagus besar, jabatan politis yang prestis, bisnis yang semakin menggurita dan simpanan uang di bank dan barang-barang berharga seperti emas dan saham-saham masuk TOP 100. Semuanya hilang ditelan bencana dalam waktu yang singkat.
Badai yang menimpa sang keponakan tidak berhenti. Di tengah usaha penyelamatan itu, isteri harus mati pula di tengah jalan. Sang isteri tidak tahan melihat dan menerima akhir dari semua perjuangan suami puluhan tahun.
Isteri tak yakin bahwa kotanya akan ditelan bencana yang menghanguskan. Ia berusaha memastikan apakah kotanya habis ditelan bencana. Ia menoleh ke belakang. Baru saja ia menoleh, sang isteri mati seketika di sambar kilatan radiasi ledakan bom belerang yang mematikan.
Akhir dari kisah menyedihkan ini, sang ayah dan kedua putrinya pun harus tinggal di tempat yang begitu jauh dari penduduk. Tidak berkomunikasi dengan orang lain.
Mereka bertiga
sendirian tinggal di sebuah hunian yang jauh dari orang lain apalagi
keramaian. Kedua putrinya pun ikut sedih meratapi nasib mereka termasuk
nasib keturunan ayahnya.
Diam-diam, kedua putrinya berpikiran
buruk, karena sudah tidak tahu lagi meneruskan garis keturunan ayah
mereka. Sepertinya tidak ada jalan keluar.
Kedua putrinya pun memutuskan untuk meneruskan keturunan ayahnya. Mereka bersetubuh dengan ayah mereka setelah lebih dulu memberikan anggur yang memabukkan kepada ayahnya.
Ayahnya tak sadarkan diri. Sang kakak lebih dulu 'bercinta'
dengan ayah kandung sendiri. Kemudian, diikuti sang adik. Keturunan ayah
merekapun berlanjut.
Itulah kisah orang yang bernama Lot. Hati nuraninya masih relatif bersih, tetapi terjepit oleh daya tarik kekayaan dan beragam keinginan duniawi seperti isi syair lagu yang dialunkan oleh Nahum Situmorang dalam karyanya, 'Alusi Au': manusia menginginkan kekayaan, banyak anak dan kehormatan.
Perubahan Sikap Ketika Kekayaan Bertambah
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com