Menilai tinggi kecerdasan merupakan salah satu ciri negara-negara maju dan negara manapun yang mau maju atau disebut beradab, negara tersebut harus memilki ciri ini.
Begitu juga masyarakat maupun keluarga yang mau maju. Ini harus menjadi ciri dari masyarakat dan keluarga tersebut.
Ahli pendidikan Inggris, Alfred North Whitehead, mengatakan bahwa "di tengah-tengah suasana kehidupan modern, hukumnya mutlak. Suatu bangsa yang tidak menilai tinggi kecerdasan yang terlatih dinasibkan tenggelam dalam sejarah.
Baik segala kepahlawananya, baik semua kelincahannya, semua kemenangan yang telah dicapai di darat ataupun di laut, akan mampu menolak balik dorongan nasib. Hari ini bangsa itu mungkin bisa bertahan.
Besok, ilmu pengetahuan akan maju lagi satu langkah. Bagi suatu bangsa yang tidak berpendidikan, tidak ada suatu mahkamah pun ke mana dia dapat memajukan pengaduan atas hukuman yang telah dijatuhkan kepada bangsa yang tidak berpendidikan."
Yukichi Fukuzawa (1835-1904) dalam bukunya berjudul Gakumon no Susume (suatu Imbauan untuk Belajar) menulis,
"Tuhan tidak menakdirkan seorang pada tempat di atas atau di bawah seseorang yang lain. Ini berarti bahwa kalau mereka dilahirkan, mereka sama derajatnya...
Namun, kalau kita melayangkan pandangan atas suasana manusia yang sebenarnya, kita jumpai mereka yang pandai dan yang bodoh, mereka yang berderajat rendah.
Suasana mereka sangat berbeda seakan-akan antara awan dan lumpur.
Pentingnya menilai tinggi kecerdasan membuat para pendiri republik ini memasukkan topik pendidikan dalam konstitusi. UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan,
"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."
Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Bahkan dalam konsititusi yang telah diamendemen telah dicantumkan minimum 20 % dari anggaran belanja negara disisihkan untuk pendidikan.
Sekilas negeri ini menilai tinggi kecerdasan. Namun, apa yang telah dihasilkan dunia pendidikan kita? Setelah lebih 67 tahun negeri ini merdeka, khususnya pada dua dekade terakhir,
dunia pendidikan kita hanya menghasilkan siswa tauran, mahasiwa yang menjiplak, pejabat yang koruptor, warga yang masih percaya kepada dukun, pekerja yang mau berpenghasilan tinggi tetapi tidak mau bekerja keras, penduduk yang mudah emosi, dan berbagai karakter-karakter buruk lainnya.
Banyak berita-berita yang berkaitan dengan moral disajikan di publik bahkan sampai ada yang berani melakukan hubungan seks di luar nikah dan tersebar ke publik.
Oleh karena begitu pentingnya menilai tinggi kecerdasan, pada halaman ini disajikan topik seputar pendidikan.
Kita akan lihat falsafah pendidikan, tujuan pendidikan, relasi antara pendidikan dan negara, peran pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan dan lewat jalur apa pendidikan yang baik diperjuangkan.
Link Terkait
Menilai Tinggi Kecerdasan Melalui Pendidikan
Beberapa Tujuan Pendidikan yang Pernah Muncul dalam Sejarah
Manusia Sebagai Fokus Pendidikan
Tanggung Jawab dan Peran Orang Tua dalam Pendidikan
Kecakapan Dasar yang Anda Perlukan untuk Berkiprah di Dunia Kerja
Melatih Pikiran dengan Membaca
Mata Kuliah Filsafat: 'Nutrisi' untuk Pikiran
Akibat Salah Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi
Kapan Masa Berlaku Sebuah Gelar Akademis?
Jangan Pernah Berhenti Belajar
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com
Berlangganan
Putra-Putri-Indonesia.com (Free)
Bagaimana Pola Pikir Dibentuk?