Nilai Diri
Satu kali saya berbincang-bincang dengan seorang pebisnis. Ia kelihatan kurang semangat. Bisnisnya mulai menurun; dulu bisnisnya baik dan lancar. Bisnis punya pasang surutnya. Tahun ini bisa turun; tahun depan bisa naik.
Bisnis meredup, karir gagal, atau diterpa kesulitan yang bertubi-tubi- ini kadang bahkan sering membuat orang menjadi 'minder.' Rasa percaya diri hilang. Semangat hidup redup. Rasa pesimis bisa semakin menebal.
Berbicarapun bisa tidak meyakinkan. Sebaliknya, kalau bisnis berhasil, penghasilan makin besar, harta makin banyak, pakaian mahal melekat di badan, ada mobil mewah, jam tangan mahal ada di tangan, sikap 'over confidence' bisa muncul.
Rasa minder atau 'over confidence' terjadi karena salah menilai diri. Sering nilai diri dikaitkan dengan sesuatu yang ada di luar diri seperti materi, harta, jabatan, status sosial atau popularitas.
Diri dianggap berarti kalau memiliki banyak materi, karir sukses; sebaliknya, diri dianggap tidak berarti karena materi sedikit atau gagal.
Materi, kesuksesan dan popularitas berkaitan dengan eksistensi diri, tetapi nilai diri yang sesungguhnya bukan di situ.
Orang bisa saja mengatakan kita sukses atau gagal karena ada fakta-fakta kesuksesan atau kegagalan, tetapi penilaian manusia tidak akurat.
Seperti kata filosof, indera penglihatan bisa saja tertipu. Manusia tidak selalu dapat menilai diri dengan benar.
Penilaian diri tidak berdasarkan pada materi, harta, jabatan, status sosial atau gelar. Segala sesuatu yang ada di luar diri merupakan hasil dari pekerjaan seseorang.
Itu ada karena ia rajin, memiliki keahlian, berpendidikan tinggi, atau lihai menangkap kesempatan sehingga ia mendapat pekerjaan yang kompensasinya relatif besar.
Nilai diri melebihi materi, harta kekayaan, jabatan, atau popularitas. Dalam diri ada kekekalan. Ini bisa dianalogikan dengan bilangan tak terhingga.
Bila bilangan tak terhingga ditambah dengan angka berapa saja, tetap saja nilainya tak terhingga; bila bilangan tak terhingga dikurangi dengan berapa saja, tetap saja nilainya tak terhingga.
Apakah harta bertambah atau berkurang, nilai diri tetap tak ternilai.
Tuhan menempatkan kekekalan dalam diri kita masing-masing. Ia memberikan jiwa sebagai bagian dari eksistensi kita.
Di sana potensi yang tak ternilai tersimpan- bakat, talenta, determinasi, emosi, kemauan, perasaan mencintai dan keberanian atau karakter-karakter lainnya.
Harta yang terpendam ini harus digali, dikembangkan dan diasah agar berguna bagi orang lain. Bila itu didiamkan begitu saja, diri kita tidak banyak berarti bagi orang lain.
Apa pun pekerjaan Anda- itu semua mulia kecuali pekerjaan-pekerjaan yang immoral seperti pelacur, pencopet atau pengacau.
Bila Anda melakukan pekerjaan dengan baik dan benar dan mengikuti hukum-hukum yang berlaku termasuk hukum-hukum universal, Anda sudah mendekati eksistensi Anda yang ideal.
Apa arti semua ini? Jangan pernah menganggap diri rendah karena tidak punya penghasilan besar, tidak punya harta banyak, tidak punya gelar, tidak populer, atau tidak dikenal orang.
Tidak perlu gelisah, minder atau menganggap diri kurang berarti sekalipun kondisi belum membaik. Sebaliknya, hindari juga bersikap over confidence. Maksudku, jangan kita sombong agar kita tidak jatuh.
Harga diri tidak ternilai. Ini tidak diberikan oleh manusia atau malaikat, tetapi diberikan oleh Tuhan.
Kalau Tuhan sampai datang ke dunia hanya karena Anda, bukankah ini pertanda bahwa nilai diri manusia itu begitu mahal?
Apakah Presiden akan datang ke rumah Anda? Sangat kecil kemungkinannya itu terjadi. Namun, Tuhan datang ke dunia karena bagi Dia Anda sangat berharga.
Link Terkait
Mengenal Diri
Tubuh dan Jiwa
Brapa Nilai Diri yang Sesungguhnya?
Harga Diri
Tips Mengangkat Harga Diri
Memperbaiki Citra Diri
Asal-Usul Orang Indonesia
Pribadi yang Berintegritas
Liang Kubur
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com