Rasa Malu
Dalam
perjalanan naik bus Trans-Jakarta dari UKI ke Senen bulan lalu, saya
melihat laki-laki setengah telanjang. Ia pakai baju, tetapi ia tidak
pakai celana bahkan celana dalam sekalipun. Alat kemaluannya kelihatan
sampai anak gadis yang berdiri di depan saya tersipu-sipu. Gadis itu pun
memutar kepala dan melihat teman cowoknya yang berdiri di sampingnya.
Apakah laki-laki yang setengah telanjang itu malu atau tidak- saya tidak
tahu. Mungkin ia sudah gila.
Umumnya, remaja, pemuda atau orang
dewasa yang normal memiliki perasaan malu. Seorang anak remaja misalnya,
tidak berani telanjang sekalipun tidak ada orang di rumah. Hanya dalam
ruang yang terkunci seperti di kamar mandi atau kamar tidur ia berani
telanjang. Jarang anak remaja atau orang dewasa berjalan dengan
tubuh telanjang di rumah. Kalaupun terpaksa telanjang, bagian
tubuh yang paling sensitif ditutupi. Hanya anak kecil yang berjalan telanjang karena perasaan malu yang belum berkembang.
Perasaan malu juga muncul bagi perempuan ketika buah dadanya dilihat orang lain, khususnya dilihat mata lelaki. Ia akan cepat-cepat menutupi buah dadanya dengan menarik pakaiannya atau menaruh tangannya di buah dadanya sehingga tidak kelihatan sama orang lain.
Walaupun perasaan malu dikaitkan dengan tubuh yang telanjang, tidak sering perasaan-malu ini dihubungkan dengan tindakan yang salah. Perasaan malu tidak lagi hadir tiba-tiba ketika kita melakukan kesalahan. Rasa malu seperti mati tidak bernyawa ketika kita bicara kasar, bersikap sombong, mengucapkan kata-kata yang menghina, melakukan korupsi, mencuri atau melakukan perbuatan yang tidak bermoral lainnya. Hanya karena ketahuan melakukan kesalahan yang memalukan seperti selingkuh perasaan malu bisa hadir 'on-time.'
Kisah perasaan malu memang mempunyai sejarah yang sangat panjang, hampir sepanjang umur umat manusia itu sendiri. Perasaan-malu pertama muncul setelah laki-laki dan perempuan pertama memakan buah pohon yang dilarang. Mereka sadar bahwa mereka telanjang. Muncul rasa takut karena sadar telah berbuat salah. Akibatnya, mereka mencoba melindungi diri. Mereka menutupi tubuh yang telanjang dengan daun pohon agar tidak kelihatan telanjang dan bersembunyi dibalik pohon.
Perasaan malu merupakan akibat kesalahan pertama dari manusia pertama. Ini menjadi warisan dan sesuatu yang alami bagi siapapun. Ini melekat sejak bayi dalam kandungan. Tak seorang pun kebal terhadap perasaan-malu ini. Apakah ia lahir di Barat atau di Timur, perasaan ini menyatu dalam diri.
Namun demikian, rasa malu bisa terkikis bila kesadaran akan perbuatan bersalah mulai redup. Rasa malu bisa jadi luntur dan akhirnya perasaan malu ini baru muncul ketika tubuh telanjang atau ketahuan melakukan hubungan seks di luar nikah.
Dalam kondisi yang ekstrim, perasaan malu bisa mati. Bila melakukan kesalahan menjadi sebuah kebiasaan dan tidak lagi merasa bersalah, rasa malu bisa jadi redup dan bila terus berlanjut, rasa malu bisa mati. Perbuatan biadab seperti hubungan seks dengan lawan sejenis, tindakan korupsi atau penipuan menjadi hal yang biasa.
Perasaan malu bisa tetap hidup bila muncul kesadaran akan tindakan yang salah. Namun, bagaimana kesadaran ini bisa muncul? Ini teka-teki. Sangat penting ada orang yang mengingatkan kesalahan kita. Sekalipun motif orang tidak selalu tulus untuk melakukannya, merupakan satu keuntungan kalau masih ada yang mau menyatakan kesalahan kita. Berbahaya kalau tidak ada lagi orang yang mau mengingatkan atau mengatakan kesalahan kita. Bila masih ada, perasaan malu bisa makin tajam dan kesadaran atas kesalahan bisa semakin besar, yang bisa berbuntut kembalinya kita ke jalan yang benar.
Renungan:
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com
Berlangganan
Putra-Putri-Indonesia.com (Free)
Menyalahkan Orang Lain: Bagaimana Sikap Ini Muncul?
Bagaimana Pola Pikir Terbentuk?
Peluang Investasi dengan Hasil yang Menarik
KONTAK
0813-1141-8800