Sikap Radikal
Beberapa orang yang saya kenal menjadi sosok yang "radikal." Ada yang membakar Ulos; ada yang tidak mau menghadiri acara-acara adat; ada yang memegang teguh adat istiadat.
Ada yang memiliki prinsip bahwa pasangan hidup harus orang dari suku yang sama; ada orang menjadi biksu setelah membaca kitab-kitab suci.
Ada
orang yang tadinya moderat sekarang menjadi "radikal"; ada yang radikal
dalam ilmu pengetahuan, ada yang radikal dalam agama, dan ada yang
radikal dalam budaya dan bidang kehidupan lainnya.
Arti Kata Radikal
Sebelum menelusuri bagaimana "radikalisme" terjadi, mari kita lihat pengertian kata radikal. Dalam bahasa Inggris, Merriem-Webster Dictionary, arti kata radikal adalah, "fundamental, extreme; of or relating to radical in politics;
a person who favors rapid and sweeping changes in laws and
method of goverment. (mendasar, ekstrim, berhubungan dengan radikal di
politik; atau orang yang memilih perubahan yang cepat dalam hukum dan
metode memerintah)"
Kamus Besar Bahasa Indonesia membuat
definisi kata radikal sebagai "secara mendasar (sampai kepada hal yang
prinsip); amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan);
maju dalam berpikir atau bertindak."
Bila diartikan bebas, sikap
yang radikal adalah sikap yang teguh memegang prinsip-prinsip yang
diyakini. Tidak ada ruang kompromi; prinsip-prinsip-yang-dianggap-benar
dipegang teguh dan ditunjukkan dalam tindakan.
Di halaman ini,
hanya pengertian radikal dalam arti yang salah yang mau disorot, yaitu
tindakan-tindakan yang melenceng dari prinsip-prinsip yang benar.
Di
era Post-modern sekarang, ada pemahaman bahwa tiap orang bisa benar.
Tidak ada kebenaran yang mutlak. Yang ada adalah kebenaran yang relatif.
Yang mutlak benar adalah pernyataan bahwa tidak-ada-yang-mutlak-benar.
Mengikuti
logika pandangan Post Modern, keberadaan Allah belum tentu benar;
bahwa dunia dicipta oleh Tuhan itu masih bisa diragukan; bahwa
ajaran-ajaran agama juga belum tentu benar.
Apakah pandangan Post Modern dapat diterima, ini bisa diragukan bahkan para filosof Post Modern juga meragukan prinsip mereka. Namun, Post Modern tidak mampu menjelaskan bagaimana radikalisme muncul dalam diri.
Pandangan Edward de Bono
Ada dua orang, paling tidak, yang dapat membantu memecahkan teka-teki munculnya sikap radikal. Yang pertama adalah Edward de Bono. Menurut de Bono, tindakan merupakan produk dari pola pikir.
Tindakan
yang dilakukan seseorang merupakan produk dari pola yang sudah
terbentuk. Tidak ada tindakan yang lepas dari formula ini.
Kebiasaan-kebiasaan yang buruk pun termasuk konsekuensi dari formula
pola-tindakan ini.
De Bono menambahkan bahwa pola pikir
terbentuk setelah pikiran menerima informasi. Informasi yang diterima
pikiran membentuk pola dengan sendirinya.
Bila
informasi masuk ke pikiran, maka pola yang sesuai informasi tersebut
akan terbentuk. Semakin sering informasi yang sama masuk ke pikiran
semakin kuat pola yang terbentuk.
Tindakan yang sesuai dengan
pola akan muncul dan bila tindakan itu dilakukan berulang-ulang- ini
memperkokoh pola. Dari sini, akan muncul kebiasaan dan kebiasaan akan
menghasilkan pola (arus) yang lebih besar.
Pola
menjadi seperti arus sungai yang tidak mudah dirubah. Kalaupun ada
perubahan, hanya perubahan-kecil-yang-tidak-berarti terjadi.
Bila
informasi yang masuk adalah prinsip-prinsip yang "radikal," maka pola
yang radikal akan terbentuk. Bila informasi yang radikal terus menerus
diterima, maka pola-pola yang radikal akan semakin kokoh bertengger
dalam "puncak klasemen" pikiran.
Tindakan-tindakan ekstrim yang dihasilkan dari pola-pola radikal akan memperkuat pola dan pola itu terus berkembang dan berakar dalam di pikiran.
Dan bila akar ini sudah begitu kuat dan kokoh, ini sangat sulit dirobohkan. Begitu menurut pandangan Edward de Bono.
Pandangan Agustinus
Namun, masih ada pandangan lain, yaitu Agustinus, yang hidup kira-kira 1500 tahun lalu.
Tidak ada ruang sekecil apapun dalam pikiran dan tubuh yang tidak rusak. Meminjam istilah Plato, tubuh jahat adanya. Namun, Agustinus berpendapat bahwa pikiran juga jahat.
Tidak ada yang baik muncul dari eksistensi diri manusia. Tidak ada kebaikan apapun termasuk pikiran yang baik yang dapat dihasilkan oleh manusia.
Bila pandangan Agustinus diikuti, sikap radikal yang "negatif"merupakan produk dari kerusakan eksistensi manusia. Jadi, merupakan hal yang wajar bila muncul sosok-sosok yang radikal di sekitar kita.
Muncul pertanyaan. Kenapa tidak semua orang menunjukkan sikap yang ekstrim? Mengapa hanya sebagian kecil dari total populasi yang bersikap radikal?
Agustinus mengatakan bahwa ada anugerah umum dari Sang Ilahi. Anugerah ini menahan kerusakan manusia agar tidak berbuat jahat atau ekstrim setiap saat.
Anugerah Umum Menahan Tindakan "Radikal"
Anugerah ini menahan orang untuk tidak mau korupsi; anugerah ini menahan orang untuk tidak mau berhubungan seks dengan perempuan yang bukan isterinya.
Rasa takut agar tidak dihukum muncul dan hati nurani dibuat bergejolak setiap tindakan yang jahat mau dilakukan. Akibatnya, manusia tidak mau melakukan tindakan yang "ekstim" atau "radikal."
Namun, kekuatan anugerah umum ini tidak merubah sifat dasar dari pikiran dan tubuh yang sudah terkontaminasi. Anugerah ini hanya menahan manusia agar tidak melakukan hal-hal yang jahat pada tingkat yang paling tinggi. (JM)
Copyright 2009-2023 putra-putri-indonesia.com